Benarkah Soekarno Seorang Keturunan Yahudi Dunamah..?
Patut untuk mencurigai, bahwa Indonesia sebenarnya mengalami
nasib yang tak jauh berbeda dengan Amerika Serikat (AS), yakni sudah
dicengkeram dengan erat oleh Yahudi melalui Freemasonry dan gerakan Zionis
Yahudi Internasionalnya. Hanya saja, jika AS dijadikan sebagai basis
pergerakannya untuk menguasai dunia, sehingga negara itu dijadikan yang
terhebat, bahkan sangat berpengaruh, Indonesia sebaliknya. Karena Indonesia hanya satu dari begitu
banyak negara di dunia yang mungkin saja hanya dijadikan sebagai lumbung untuk
mendapatkan income sebanyak-banyaknya, sehingga dimunkinkan menyimpan bibit
manusia unggul sebagai delegasinya dalam
di setiap negara jajahan yang hendak merdeka…maka seperti inilah yang
kita alami sekarang; tidak maju-maju, bahkan terpuruk akibat berbagai persoalan
yang datang silih berganti, seperti tak ada habisnya, namun tak mampu
diselesaikan hingga tuntas oleh pemerintah.
Kasus Freeport merupakan salah satu kasus yang memilukan, karena meski
cadangan tembaga yang terkandung di bumi Tembagapura merupakan ketiga terbesar
di dunia, dan cadangan emasnya merupakan yang terbesar di dunia, kita nyaris
tidak menikmatinya sama sekali, mengingat saham pemerintah hanya 9,32%!
Anda yang belum tahu mungkin terkejut, karena the founding
father kita, Soekarno, ternyata juga seorang keturunan Yahudi. Mengutip dari
Dr. Abdullah Tal, seorang peneliti muslim yang menulis artikel berjudul “Al
Af’al Yahudiyah Fi Ma’aqalil Islami’ yang diterbitkan Al Maktab Al-Islamy,
sebuah media terbitan Beirut, Herry Nurdi dalam buku “Jejak Freemason dan
Zionis di Indonesia” menyebut kalau Soekarno adalah keturunan Yahudi dari suku
Dunamah, salah satu suku Yahudi yang bermukim di Turki. Karena itu, Abdullah Tal tak heran ketika
Soekarno masih menjadi presiden, dia menerima komunis sebagai orientasi
pembangunan negara dengan doktrin Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), dan
tak heran pula jika Soekarno memenjarakan sekian banyak kawan seperjuangannya
yang berasal dari kalangan Islam, seperti Muhammad Natsir, Dr. Sjahrir,
Burhanuddin Harahap, Mohammad Roem, dan lain sebagainya, serta membubarkan
Masyumi.
Sayangnya, Herry
tidak mendapatkan sumber pasti tentang silsilah Soekarno, namun berhasil
mendapatkan data kalau ayahanda Soekarno merupakan seorang anggota Perkumpulan
Theosofi di Surabaya. Karena status ayahandanya inilah Soekarno dapat dengan
bebas memasuki perpustakaan Perhimpunan Theosofi di Surabaya, dan membaca
koleksi buku-buku di situ. Tentang hal ini, Soekarno pernah berkata ; “Kami
mempunyai sebuah perpustakaan yang besar di kota ini (Surabaya) yang
diselenggarakan oleh perkumpulan Theosofi. Bapakku seorang Theosof, karena itu
aku boleh memasuki peti harta ini, dimana tidak ada batasnya buat seorang yang
miskin. Aku menyelam lama sekali di dalam dunia kebatinan ini. Dan di sana aku
bertemu dengan orang-orang besar. Buah fikiran mereka menjadi buah fikiranku.
Cita-cita mereka adalah pendirian dasarku …”
Dasar negara
Indonesia, Pancasila, termasuk salah satu hasil pemikiran Soekarno yang
disampaikan dalam sidang BPUPKI. Ketika pertama kali disampaikan, kelima dasar
tersebut adalah kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaan,
mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Ketika menjabarkan
tentang nasionalisme dan internasionalisme, Soekarno mengatakan begini ; “Saya
mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S di
Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis bernama A. Baars, yang memberi
pelajaran kepada saya. Katanya, jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah
rasa kemanusiaan sedunia. Jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikit pun. Itu
terjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 18, alhamdulillah, ada orang lain yang
memperingati saya, ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya, “San Min Chu I”
atau “The Three People’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang
membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan A. Baars itu. Dalam hati saya sejak
itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh “The Three People’s Principles”.
Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat
Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia
yang dengan perasaan hormat sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada
Dr. Sun Yat Sen, sampai masuk liang kubur”.
A Baars, menurut Herry Nurdi, berdasarkan penjelasan
Soekarno sendiri, adalah seorang penganjur Marxis dan termasuk orang yang
kemudian menumbuhkan benih komunisme di Indonesia. Bahkan dia menjadi anggota
Partai Komunis Indonesia yang didirikan Semaun dan Darsono. Sedang Dr. Sun Yat
Sen adalah tokoh Revolusi Tiongkok dan pendiri Partai Kuomintang. Besar
kemungkinan Sun Yat Sen juga seorang Freemasonry Cina yang pada 1912 mendirikan
Tiongkok Merdeka, karena seperti yang mungkin juga telah Anda ketahui, bahwa
teori komunisme, marxisme, dan sosialisme, dicetuskan oleh Karl Marx, seorang
pemikir Yahudi pada abad 18. Dengan komunisme lah, serta dukungan Freemasonry,
Lenin berhasil menggulingkan kaisar Rusia, Tsar Nicholas II, melalui revolusi
pada Oktober 1917. Yahudi menciptakan komunis untuk menjauhkan manusia dari
agama.
Seorang ilmuwan
lulusan Madina University, Abdullah Pattani, pernah secara khusus menelaah lima
dasar yang dicetuskan Soekarno, dan menuliskannya menjadi sebuah artikel
berjudul ‘Freemasonry di Asia Tenggara’ yang dipublikasikan oleh Madinah
Al-Munawarah. Dalam artikel tersebut dinyatakan, bahwa ada kemiripan antara
lima dasar tersebut dengan dasar-dasar yang digunakan Zionis sebagai ladasan
gerakannya, dan konsep Sun Yat Sen, karena dasar-dasar gerakan Yahudi adalah
internasionalisme, nasionalisme, sosialisme, monotheisme cultural, dan
demokrasi. Sedang konsep Sun Yat Sen adalah mintsu (nasionalisme), min chuan
(demokrasi), dan min sheng (sosialisme). Soekarno sendiri pernah memeras kelima
dasar yang dicetuskannya hingga menjadi tiga dasar yang dikenal dengan istilah
trisila, yakni sosio nasionalisme atau kebangsaan dan prikemanusiaan, sosio
demokrasi yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan nasional, dan ketuhanan.
Bahkan trisila tersebut pernah diperas lagi hingga hanya menjadi satu sila,
yakni gotong royong.
MELURUSKAN SEJARAH ASAL USUL SOEKARNO. :
PRESIDEN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA “SOEKARNO” BERDARAH ASLI
ASAL PULAU BUTON
Presiden Soekarno
Kisah biografi Soekarno sebagai Presiden Pertama Republik
Indonesia versi yang berkembang dikalangan tertentu golongan para bangsawan
buton dan Mmasyarakat dalam lingkungan tertentu di pulau Buton mengatakan bahwa
Soekarno merupakan ayah biologis dari seorang bangsawan dari lingkungan istana
kesultanan Buton yang karena sesuatu kekecewaan tidak terpilih menjadi sultan,
dia mengasingkan diri di pulau Bali. Menurut La Ode Abdul Rasyid anak dari
salah seorang Kapitanlau Loji yang saat ini bekerja sebagai staf bagian
personalia Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Tenggara menyebutkan bahwa
ayah biologis Soekarno itu bernama La Ode Muhammad Idris yang tak lain
merupakan cucu dari Kinipulu Bula. Hal ini didasarkan atas riwayat keluarga
Kapitalau Loji mengetahui bahwa cucu Kinipulu Bula dari asal keturunan mereka
bernama La Ode Muhammad Idris pernah kawin di pulau Bali namun sejauh ini belum
ada pihak keluarga menelusuri lebih jauh eksistensi perkawinan tersebut.
Demikian pula kisah ini pernah dikemukakan oleh DR (HC) La Ode Unga Wathullah
di Makassar sekitar tahun 1980-an kepada penulis bahwa Soekarno itu merupakan orang
Buton yang lahir di Bali dan karena sesuatu perasaan dendam dengan Buton, dia
telah berjanji untuk tidak sama sekali menginjakkan kakinya di pulau Buton,
kecuali bila ada urusan dan keperluan ketika semasa perjuangan persiapan
kemerdekaan Indonesia dengan sultan Buton maka dia sempatkan bertemu dengan
sultan Buton di Benteng Port Rotterdam Makassar. Untuk memperjelas sedikit
kisah ini, pada hari Jumat Kliwon tanggal 13 November 2009 penulis sengaja
berkunjung kerumah Bapak La Ode Moane Oba tinggal disamping jalan Bunga Kana
Kendari, dia salah seorang Tim Kerja penyusunan sejarah Oputa Yikoo atau sultan
Himayatudin yang merupakan sultan ke-20 dari susunan kesultanan Buton untuk
mengusulkan ke Pemerintah Republik Indonesia agar mendapat gelar kepahlawanan atas
perjuangannya melawan Belanda pada tanggal 24 Februari 1755, mengatakan bahwa
pada sekitar bulan Juli 2007 lalu pernah dia didatangi bertandan kerumahnya
oleh kerabat dekat yang masih hubungan keluarga, yakni salah seorang pengurus
DPP Hanura pusat yang bernama Dr.La Ode Supri Asadi atau sering dipanggil Dr.
Upi yang tak lain merupakan anak pertama dari La Ode Asadi (almarhum) yang
pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Muna
Sulawesi Tenggara. Dia datang khusus ke rumahnya untuk menceritakan asal muasal
Sokarno.
Dr. Upi mengatakan bahwa pada tahun 1970-an di Jakarta
pernah ayahnya diceritakan oleh guru Ali (nama panggilan) adalah seorang guru
pada Sekolah Dasar Lawele Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, yang mana dia lari
meninggalkan pulau Buton menuju Jakarta ketika terjadi move peristiwa tahun
1969 tentang issue Partai Komunis Indonesia di pulau Buton yang dikumandangi
oleh Letkol Arifin Sugiyanto. Dikatakan dengan sangat yakin tanpa ragu-ragu
bahwa Soekarno itu merupakan orang Buton. Untuk mengecek kebenaran kisah ini
maka sekitar pertengahan tahun 1970-an di Jakarta guru Ali melalui perantara La
Ode Asadi dipertemukan dengan La Ode Muhammad Tooha. Dan selanjutnya La Ode
Muhammad Tooha (Lakina Kumbewaha) mengantar langsung guru Ali ke rumah kediaman
Sukmawati Soekarno Putri. Setelah ketemu dan melakukan konfirmasi masalah kisah
tersebut dengan Sukmawati Soekarno Putri yang merupakan anak ke-empat dari
Presiden Republik Indonesia Pertama Soekarno dari ibunya bernama Fatmawati,
maka seketika itu juga Sukmawati Soekarno Putri mengatakan bahwa :… “pernah
Bapak (Soekarno) menceritakan kepada mereka (sekeluarga) bahwa kakeknya adalah
seorang haji yang tinggal di pulau Buton”… “Dan mereka akui bahwa nenek mereka
itu berasal dari pulau Buton”.
Sukmawati Soekarno Putri
Dan setelah mengatakan itu semua, Sukmawati menambahkan
bahwa Soekarno melarang lagi mereka semua untuk mengingat itu semua dengan
alasan bahwa mereka sudah tinggal dan besar di pulau Jawa. Berdasarkan
informasi ini, La Ode Muhammad Tooha dan guru Ali mengadakan penyelidikan dan
konfirmasi sejarah, maka setelah didapat titik terang maka disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan seorang haji adalah haji Pada. Namun demikian penafsiran
haji Pada dimaksud belum bisa dibuktikan secara epistemologis, mengingat bahwa
orang-orang sakti pada zamannya di pulau Buton yang memiliki gelar haji dimana
mereka dapat pulang pergi hanya sekejap mata di atas sajadah sudah dapat
menghilang dan muncul begitu saja di tanah Mekkah bukan saja haji Pada tapi
juga bisa Saidi Rabba atau Kinipulu Bula yang dikenal dengan nama Syech Haji La
Ode Ganiyu. Setelah penulis mendengarkan cerita tersebut, lantas seketika
penulis terkesima dan mengatakan bahwa yang dimaksud Sukmawati Soekarno Putri
tersebut bahwa neneknya seorang haji dari pulau Buton yang benar adalah Syech
haji La Ode Ganiyu. Dan La Ode Moane Oba yang sedang menceritakan kisah ini
kepada penulis terkesima mendengarkan penjelasan saya dan mengatakan bahwa
mungkin itu benar!?. Penulis ceritakan kepada La Ode Moane Oba bahwa pada tahun
1981 sampai 1982 lalu di Makassar pernah terjadi hampir selama tiga bulan
berturut-turut setiap habis selesai shalat Magrib, penulis masuk duduk di
ranjang (tempat tidur) dan secara ghaib langsung ditemani oleh Soekarno untuk
berdialog dan sekaligus diajarkan tentang ilmu Negara dan Ketatanegaraan
Indonesia. Selang waktu dialog pengajaran berlangsung antara 15 sampai 25
menit, selama proses dialog napas penulis terasa sesak dan agak berat, namun
dialog cukup berjalan lancer. Kejadian semua ini atas perkenan dan izin Allah
Subhana Wata’ala. Dia (Soekarno) memperkenalkan kepada penulis bahwa ghaib yang
mengikuti dirinya atau roh yang sering menemani dirinya adalah Kinipulu Bula.
Kinipulu Bula dikalangan petinggi kesultanan Buton dikenal dengan nama Syech
haji La Ode Ganiyu, orang ini tergolong manusia langkah asal keturunan para
wali di pulau Buton dan selama hidupnya pernah menjadi imam masjidil haram di
Mekkah selama 7 tahun berturut-turut dan pernah menjadi dosen tamu atau dosen
luar biasa pada Universitas Al zhar Mesir dan disana pernah menulis sebuah buku
yang sangat terkenal berjudul” “AJONGA INDAMALUSA”. Buku ini pada zamannya
sangat digemari oleh para golongan tassauf dikalangan bangsa arab dan sayang
sekali buku ini tidak bisa dijumpai di Indonesia dan sekarang ini sudah hilang
di perpustakaan Universitas Al Azhar kecuali tinggal katalognya.
Soekarno Ikut Kehebatan Siapa…!
Dalam kisah terbatas dikalangan masyarakat tertentu pulau
Buton, dikisahkan bahwa ayah biologis Soekarno itu yakni Laode Muhammad Idris
yang tak lain adalah cucu dari Syech Haji La Ode Ganiyu merupakan orang yang
disegani dikalangan petinggi kesultanan Buton karena dia disamping ahli kanuk
ragan, juga dia ahli perang, ahli sejarah dan budaya, ahli kebatinan juga ahli
agama. Ketika terjadi peristiwa pemilihan calon Sultan Buton ke-33, dia sangat
kecewa atas proses pemilihan sultan karena menurutnya mestinya dialah sebagai
sultan Buton ke-33, namun ketika itu dia dihianati oleh kelompok petinggi dari
Ba’dia, Keraton/Wajo. Dia juga semenjak pertengahan tahun 1800 sudah tidak
menyenangi sistem Sa’ra yang dijalankan dalam lingkungan keratin Buton karena
hanya dimonopoli oleh kelompok-kelompok tertentu dari kalangan asal Ba’dia dan
Keraton. Sebagai akibat dari kekecewaannya itu, Pada tahun 1898 dia melarikan
diri dan mengasingkan diri ke pulau Bali tepatnya di Buleleng dengan pergi
meninggalkan pulau Buton ikut dengan kapal perahu pedagang (sope-sope) membawa
hasil-hasil laut pulau Buton. Dipermukiman dipesisir pantai Buleleng pulau Bali
ketika itu banyak dihuni oleh orang-orang Buton para saudagar perahu dan
pedagang dan tinggal disana. Disalah satu tempat saudagar itulah ayah biologis
Soekarno yang bernama La Ode Muhammad Idris tinggal sementara sambil
menenangkan dirinya akibat dari kekecewaannya atas penghianatan yang diterima
oleh kelompok petinggi asal Ba’dia, Keraton/Wajo sehingga dia tidak terpilih
menjadi sultan ke-33 Buton dan sangat tidak suka dengan sistem Sa’ra yang
dijalankan dalam lingkungan Keraton Buton.
Dalam pengasingannya di Buleleng Bali, dia sering setiap
waktu melihat anak gadis dengan paras cantik merupakan anak petinggi Kerajaan
yang bernama Nyoman Pesek. Rupanya anak gadis dengan paras cantik ini bernama
Ida Ayu Nyoman Rai dengan nama panggilan Srimben yang merupakan anak kedua
Nyoman Pesek dengan ibunya bernama Ni Made Liran. Maka selang beberapa waktu,
diapun memberanikan diri untuk menghadap ayah anak gadis cantik tersebut yang
tak lain bernama Nyoman Rai Srimben atau Ida Ayu Nyoman Rai dan sekaligus
mengemukakan hajatnya untuk melamar anak gadis tersebut. Ayah anak gadis
tersebut sangat marah ada orang berani melamar anak gadisnya tanpa dia ketahui
asal muasal keturunannya. Sang ayahpun berkata : “kok kamu beraninya melamar anak
saya sendiri!, kamu dari keturunan mana?. Dia mengatakan bahwa saya suka anak
Bapak dan mau jadikan istri…, Saya dari Buton, asal keturunan bangsawan Buton!.
Ayah Ida Ayu Nyoman Rai tak percaya, dan sang ayah mengatakan mana tanda-tanda
yang bisa meyakinkan bahwa kamu adalah orang dari asal Bangsawan Buton?. Karena
dia ditolak, maka diapun pulang kembali keperkampungan nelayan di Buleleng
sambil berpikir apa yang mesti dia lakukan agar sang ayah bisa percaya dia
bahwa dia adalah anak Bangsawan dari Buton. Karena dia (La Ode Muhammad Idris)
adalah juga memiliki garis keturunan para wali, maka diapun dengan mudah
mendapat petunjuk ghaib untuk meyakinkan ayah dari Ida Ayu Nyoman Rai tersebut.
Maka beberapa hari kemudian dibawahnya keris pusaka sakti (To’bo) pulau Buton
berkepala burung dan langsung kembali menuju kediaman Nyoman Rai Srimben untuk
menemui Nyoman Pesek dalam meyakinkan bahwa dia adalah keturunan bangsawan
pulau Buton. Dan setelah ketemu dengan sang ayah, maka diperlihatkanlah keris
sakti pusaka leluhurnya dari pulau Buton dan alangkah kagetnya sang ayah
melihat keris tersebut sama seperti keris yang sering dibawah oleh sultan Buton
bila sedang ada acara pertemuan antar kerajaan baik dilakukan di pulau Bali
maupun di Makassar. Dan seketika itu juga sang ayah sangat yakin dan mengatakan
bahwa saya percaya kamu adalah keturunan bangsawan pulau Buton.
Dalam kisah singkatnya, maka kawinlah La Ode Muhammad Idris
dengan Ida Ayu Nyoman Rai dan tak lama kemudian lahirlah Soekarno kecil di
Buleleng pulau Bali (6 Juni 1901). Namun masa kebahagiaan mereka hanya
berlangsung singkat selama lebih kurang tiga tahun lamanya. Kemudian karena
sesuatu hal penting terjadi masalah perselisihan antar golongan bangsawan di
Pemerintahan Kesultanan Buton antara tahun 1911 sampai 1914, maka ketika itu
diutuslah petinggi khusus istana untuk pergi mencari sekaligus menjemput La Ode
Muhammad Idris karena hanya dengan keahliannya dapat menyelesaikan perselisihan
antar golongan yang terjadi tersebut. Maka pulanglah ayah biologis Soekarno
yang diperkirakan usia Soekarno kecil baru menginjak tiga tahunan. Selama La
Ode Muhammad Idris meninggalkan Buleleng Bali kembali ke pulau Buton tak ada
kabar berita juga tidak menafkahi lahir dan bathin Ida Ayu Nyoman Rai. Maka
diapun hidup sendiri membesarkan Soekarno kecil hingga usia Soekarno menginjak
lima tahunan. Waktupun berjalan, Ida Ayu Nyoman Rai melalui perantara sahabat
dekatnya bernama Made Lestari memperkenalkan dia dengan seorang guru bernama
Raden Soekemi Sosrodihardjo. Dan selanjutnya bapak ini menaruh hati dan jatuh
cinta dengan Ida Ayu Nyoman Rai lalu dibawah larilah ibu Soekarno kecil itu ke
Surabaya yang hampir saja menimbulkan pertumpahan darah akibat dari persitiwa
ini. Dan Raden Soekemi inilah yang pada akhirnya menjadi ayah Soekarno dan yang
telah membesarkannya sebagaimana diriwayatkan dalam lembaran sejarah Indonesia.
FOTO-FOTO SUKARNO BERSAMA PEMIMPIN DUNIA
Ir. Sukarno, lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan wafat 21 Juni 1970 (usia 69 tahun) di
Jakarta. Dimakamkan di kota Blitar. Ir. Sukarno yang dipanggil dengan nama
akrab “Bung Karno” adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode
tahun 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan Indonesia
dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal
17 Agustus 1945.
Presiden Sukarno
sedang bersalaman dengan Sekjen PBB, Dag Hammarskjold (Foto : 24 Mei 1956).
Dag Hammarskjold, diplomat Swedia, menjabat sebagai SekJen
PBB yang kedua. Ia menjabat dari April 1953 sampai kematiannya akibat
kecelakaan pesawat pada September 1961.
Presiden Sukarno
sedang berbicara dengan Mao Tse Tung (Mao Zedong) (Foto: 24 Nopember 1956).
Mao Zedong (26 Desember 1893 – 9 September 1976) adalah
pendiri negara Republik Rakyat Cina pada tahun 1949 dan memimpin negara itu
sejak tahun 1949 sampai kematiannya pada tahun 1976. Mao juga sebagai pemimpin
Partai Komunis Cina yang memenangkan perang saudara pada tahun 1949 melawan
kaum nasionalis Cina, Kuomintang, yang dipimpin oleh Chiang Kai Shek. Kaum
nasionalis akhirnya melarikan diri ke Taiwán dan mendirikan negara sendiri.
Presiden Sukarno baru
tiba di bandara Washington DC, AS, pada siang hari. Didampingi oleh wakil
presiden AS, Richard Nixon, Bung Karno disambut penuh oleh pasukan AS dengan 21
kali tembakan kehormatan. Bung Karno tiba di Washington dalam rangka kunjungan
selama 18 hari di AS atas undangan Presiden AS, David Dwight Eisenhower (Foto:
16 Mei 1956).
Richard Milhous Nixon (9 Januari 1913 – 22 April 1994)
adalah Wakil Presiden Amerika Serikat ke 36 (1953 – 1961) dan Presiden Amerika
Serikat ke 37 (1969 -1974). Ia merupakan presiden Amerika Serikat pertama yang
mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran datang sebagai tanggapan atas
ruwetnya skandal yang disebut “Skandal Watergate”. Ia mengumumkan berakhirnya
Perang Vietnam yang telah menelan korban ribuan tentara AS (tewas 58.209,
terluka 153.303) dan ratusan ribu korban tentara Vietnam Utara (tewas 230.000,
terluka 300.000). Pengumuman itu secara tak langsung menjadi pengakuan Amerika
bahwa mereka kalah perang di kancah Asia Tenggara.
Presiden Sukarno
bersama presiden AS, David Dwight Eisenhower, di Washington DC. (Foto: 16 Mei 1956).
Eisenhower (14 Oktober 1890 – 28 Maret 1969) atau dikenal
dengan nama panggilan “Ike” berasal dari tentara dan politikus Amerika. Ia
menjabat Presiden Amerika Serikat ke 34 (1953 – 1961). Pada Perang Dunia II, ia
adalah Panglima Tertinggi di Eropa dengan pangkat Jenderal Angkatan Darat.
Presiden Sukarno
sedang berunding dengan Presiden AS, Eisenhower, pada tahun 1960 di Washington
DC. (Foto: 6 Oktober 1960).
Bung Karno saat itu adalah salah satu dari 5 pemimpin negara
netral (non blok) yang mensponsori resolusi PBB agar diadakan pertemuan antara
Presiden Eisenhower (Presiden AS) dan Nikita Khruschev (Perdana Menteri “Uni
Soviet” / Rusia) yang sedang mengalami ketegangan.
Presiden Sukarno tiba
di bandara Karachi, Pakistan. Didampingi oleh Presiden Pakistan, Iskander Ali
Mirza, Bung Karno tampak sedang memberi hormat, diapit oleh bendera Indonesia
dan bendera Pakistan (Foto: 25 Januari 1958).
Iskander Ali Mirza (1899 – 1969), berpangkat Mayor Jenderal,
adalah Presiden pertama negara Republik Islam Pakistan (23 Maret 1956 – 27
Oktober 1958).
Presiden Sukarno
sedang disambut oleh Perdana Menteri Jepang, Kishi Nobusuke, di Tokyo, Jepang
(Foto: 1958).
Kishi Nobusuke (1896 – 1987) adalah politisi Jepang yang
menjadi Perdana Menteri Jepang ke 56 dan ke 57 (25 Pebruari 1957 – 12 Juni
1958, dipilih lagi sampai 19 Juli 1960).
Presiden Sukarno
menjadi tamu kehormatan Kaisar Jepang, Hirohito, dan pangeran Akihito. Bung
Karno dijamu makan siang di istana kekaisaran Jepang di Tokyo (Foto: 3 Pebruari
1958).
Hirohito (29 April 1901 – 7 Januari 1989) adalah kaisar
Jepang yang ke 124. Dalam sejarah Jepang dia adalah Kaisar terlama yang
memerintah (1926 – 1989) dan merupakan salah satu tokoh penting pada masa
Perang Dunia II serta membangun Jepang kembali dari kehancuran akibat perang.
Akihito (lahir 23 Desember 1933) adalah kaisar Jepang yang
ke 125 yang memerintah sejak tahun 1989, menggantikan ayahnya, kaisar Hirohito,
yang meninggal dunia. Akihito adalah anak kelima dan putera pertama (7
bersaudara) dari Kaisar Hirohito.
Presiden Sukarno
sedang bercakap-cakap dengan Presiden Kuba, Osvaldo Dorticos Torrado (kiri),
dan Perdana Menteri Kuba, Fidel Castro (kanan) di Havana, Kuba (Foto: 9 Mei
1960).
Osvaldo Dorticos (17 April 1919 – 23 Juni 1983) adalah
politikus Kuba yang menjadi presiden pada periode 17 Juli 1959 – 2 Desember
1976. Sesudah itu, Fidel Castro menggantikannya sebagai presiden.
Fidel Castro (Fidel Alejandro Castro Ruz), lahir 13 Agustus
1926, adalah Presiden Kuba sejak 1976 hingga 2008. Sebelumnya, ia menjabat
sebagai Perdana Menteri atas penunjukkan pada Pebruari 1959. Karena mengalami
sakit parah pada ususnya, maka pada tanggal 31 Juli 2006 ia menyerahkan tampuk
pemerintahannya untuk sementara kepada Wakil Presiden pertama, Raul Castro,
adik kandungnya. Lima hari sebelum mandatnya berakhir, tanggal 19 Pebruari
2008, Castro menyatakan tidak akan mencalonkan diri maupun menerima lagi masa
bakti baru sebagai presiden maupun sebagai komandan Angkatan Bersenjata Kuba.
Tanggal 24 Pebruari 2008, Majelis Nasional Kuba mengangkat secara resmi Raul
Castro sebagai Presiden Kuba.
Presiden Sukarno
berdiri berdampingan dengan 4 pemimpin negara Non Blok setelah mereka selesai
mengadakan pertemuan. Dari kiri kekanan : Pandit Jawaharlal Nehru (Perdana
Menteri India), Kwame Nkrumah (Presiden Ghana), Gamal Abdul Nasser (Presiden
Mesir), Bung Karno, dan Tito (Presiden Yugoslavia). Kelima pemimpin negara non
blok ini mengadakan pertemuan yang menghasilkan seruan kepada Presiden AS,
Eisenhower (Presiden AS) dan Perdana Menteri “Uni Soviet”/Rusia, Nikita
Khruschev, agar mereka melakukan perundingan diplomasi kembali (Foto: 29
September 1960).
Jawaharlal Nehru (14 Nopember 1889 – 27 Mei 1964) yang juga
dipanggil Pandit (Guru) Nehru, adalah pemimpin sayap sosialis Kongres Nasional
India saat perjuangan kemerdekaan India dari Kerajaan Britania (Inggris) dan
pada masa setelahnya. Dia menjadi Perdana Menteri India yang pertama saat
kemerdekaan India pada tanggal 15 Agustus 1947, dan terus menjabat hingga
kematiannya tahun 1964. Ia bekerja keras untuk memperbaiki India dan juga
perdamaian dunia. Ia mendukung pembentukan PBB. Seorang sosialis yang keras.
Nehru dianggap sebagai salah satu pemimpin dunia yang terkemuka.
Kwame Nkrumah (21 September 1909 – 27 April 1972) adalah
seorang pejuang kemerdekaan, tokoh Pan-Africanist menjelang abad ke 20. Ia
pendiri negara Ghaha dan menjadi presiden Republik Ghana yang pertama (1 Juli
1960 – 24 Pebruari 1966).
Gamal Abdul Nasser (15 Januari 1918 – 8 September 1970)
adalah presiden kedua Mesir. Dia merupakan salah seorang negarawan Arab yang
paling terkemuka dalam sejarah. Pada tahun 1952 Abdul Naser memimpin Angkatan
Bersenjata Mesir dalam kudeta yang menggulingkan Raja Farouk I. Pada awal 1954,
Nasser menangkap dan menahan presiden pertama Mesir, jenderal Muhammad Naguib,
dan pada tanggal 25 Pebruari 1954 Nasser menjadi Presiden Mesir yang kedua.
Pada masa pemerintahannya, Nasser membangkitkan Nasionalis Arab dan Pan
Arabism, berhasil menasionalisasi terusan Suez yang ditentang oleh Perancis,
Inggris dan Israel. Membangun bendungan Aswan dengan bantuan pemerintah Uni
Soviet. Setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan Israel pada tahun 1967,
Nasser ingin menarik diri dari dunia politik, namun rakyat Mesir menolaknya.
Nasser sekali lagi memimpin Mesir dalam Peperangan 1969-1970 (War of Atrion).
Nasser meninggal akibat penyakit jantung 2 minggu setelah peperangan usai pada
28 September 1970. Nasser digantikan oleh wakil presiden Anwar Sadat sebagai
Presiden Mesir ke 3.
Josip Broz Tito (25 Mei 1892 – 4 Mei 1980) adalah pemimpin
Yugoslavia hingga berakhirnya Perang Dunia II. Pada tanggal 14 Januari 1953
Tito dipilih oleh parlemen sebagai Presiden Yugoslavia dan menjabat sebagai
presiden sampai tahun 1974 dan setelah itu ia diangkat menjadi Presiden Seumur
Hidup hingga masa kematiannya pada tahun 1980. Tito menjadi salah satu
penggerak negara-negara non Blok bersama Bung Karno dan presiden lainnya
sebagai reaksi atas perang dingin antara blok Timur melawan blok Barat.
Presiden Sukarno dan
Presiden Mesir Nasser mengangkat gelas dan menyentuhkan gelas ke gelas (toast)
Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, tuan rumah pada resepsi yang diadakan
di “India House”, New York. Gelas mereka berisi “fruit punch” (Foto: 29
September 1960).
Presiden Sukarno
berdiri bersama Perdana Menteri Uni Soviet (Rusia), Nikita Khrushchev
disampingnya. Bung Karno sedang memberi keterangan pers setelah selesai
pertemuannya selama 40 menit dengan Khruschvev (Foto: 6 Oktober 1960)
Nikita Sergeyevich Khrushchev (17 April 1894 – 11 September
1971) adalah seorang politikus Uni Soviet yang menjadi sekjen Partai Komunis
Uni Soviet 1953 – 1964 dan menjadi Perdana Menteri Uni Soviet 1958 – 1964. Pada
tahun 1964 ia dilengserkan oleh Partai Komunis dan digantikan oleh Leonid
Brezhnev. Kebijakan-kebijakannya yang penting: 1955 mendirikan Pakta Warsawa,
sebagai tandingan NATO, 1956 militer Uni Soviet mengintervensi Hungaria, 1956
mendukung Mesir selama Krisis Terusan Suez, memulai program angkasa Soviet yang
berhasil mengirim satelit Sputnik dan kosmonot Yuri Gagarin ke luar angkasa,
1961 menyetujui pembangunan Tembok Berlin, 1962 menempatkan rudal-rudal nuklir
di Kuba, sehinga memicu Krisis Rudal Kuba yang mengakibatkan memuncaknya
ketegangan dengan Amerika.
Presiden Sukarno dan
Presiden AS, Kennedy, duduk bersama di dalam mobil terbuka, sedang melewati
pasukan kehormatan di pangkalan Angkatan Udara AS, MD. Bung Karno datang ke AS
dalam rangka pembicaraan masalah insiden Kuba (Foto: 24 April 1961).
John Fitzgerald Kennedy (29 Mei 1917 – 22 Nopember 1963),
sering disebut John F. Kennedy, John Kennedy, Jack Kennedy, atau JFK adalah
Presiden Amerika Serikat yang ke 35, menggantikan Presiden Dwight D. Eisenhower.
Dilantik menjadi Presiden pada tanggal 20 Januari 1961 pada usia 44 tahun. Ia
menjadi Presiden AS termuda kedua setelah presiden AS, Thodore Rooservelt.
Jabatan kepresidenannya terhenti setelah terjadi pembunuhan terhadap dirinya
pada tahun 1963. Ia tewas oleh terjangan peluru saat melakukan kunjungan ke
Dallas, Texas, dengan mobil terbuka, pada tanggal 22 Nopember 1963 (usia 46).
Jabatan presiden kemudian diigantikan oleh Wakil Presiden, Lyndon B. Johnson.
Presiden Sukarno
bersama Presiden AS, John F. Kennedy, dan Wakil Presiden AS, Lyndon B. Johnson
(Foto: 25 April 1961).
Lyndon B. Johnson (27 Agustus 1908 – 22 Januari 1973) yang
dijuluki LBJ adalah Presiden Amerika Serikat yang ke 36 (1963 – 1969).
Sebelumnya adalah Wakil Presiden yang mendampingi Presiden Kennedy. Pada tahun
1963 ia menggantikan Kennedy yang tewas terbunuh. Karena menggantikan Presiden
Kennedy, pada masa jabatan pertama ia tidak didampingi wakil presiden. Lalu
setelah terpilih sebagai presiden tahun 1964, dalam menjalankan masa jabatan
kedua ini ia didampingi oleh Wakil Presiden Hubert H. Humphrey.
Presiden Sukarno
bersama Perdana Menteri Republik Rakyat Cina, Chou En-Lai, berada duduk di
kapal menyusuri Sungai Nil di Kairo. Chou En Lai sedang mengamati sesuatu dan
Bung Karno mencek jam di arloji. Kedua pemimpin ini sedang berada di Mesir,
menunggu pembukaan Konprensi Asia Afrika yang akan diadakan di Aljazair (Foto:
7 Mei 1965)
Chou En-Lai (Zhou Enlai) – (5 Maret 1898 – 8 Januari 1976),
adalah seorang negarawan penting di Republik Rakyat Cina dan menjabat sebagai
Perdana Menteri Cina dari sejak kemerdekaan itu tahun 1949 sampai dengan
meninggalnya tahun 1976.
Presiden Sukarno
bersama Perdana Menteri Perancis, Pompidou (Foto: 1965).
Georges Jean Raymond Pompidou (5 Juli 1911 – 2 April 1974)
adalah Presiden Perancis dengan masa jabatan 1969 – 1974, menggantikan Presiden
Perancis sebelumnya, Charles de Gaulle.
Orator Ulung
Presiden pertama RI
itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat
berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia
juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.
“Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena
rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” kata Bung
Karno, dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Suatu ungkapan yang cukup jujur
dari seorang orator besar. Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena
langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa
dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini
tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang
memuat sepak terjangnya.
Ia adalah seorang cen-dekiawan yang meninggal-kan ratusan
karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di
Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul “Diba-wah
Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan
paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.
Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan
pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme,
dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai
titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang
pemuda berumur 26 tahun.
Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis
piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan
tak suka tempat tertutup.
Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam
autobio-grafinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah
Rakyat itu, bercerita. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur
barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang
dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan
kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku
sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja
asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah…. Untuk
pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu
lelah.”
Dalam bagian lain disebutkan, “Ditinjau secara keseluruhan
maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil…
Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu… Mereka turut
menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”
Misteri Harta Karun Peninggalan Bung Karno
HARTA karun
peninggalan mantan presiden Soekarno selama ini masih misteri, bahkan tak
sedikit yang meragukannya. Kasus kegagalan pencarian harta peniggalan Prabu
Siliwangi di Istana Batutulis beberapa waktu lalu, sepertinya memupus harapan
orang untuk memercayai hal-hal yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Namun lelaki yang menyebut diri satria piningit bernama
Soenuso Goroyo Soekarno mengaku dapat mengangkat peninggalan Presiden Pertama
RI itu. Bentuknya berupa ratusan keping emas lantakan, platinum, sertifikat
deposito obligasi garansi, dan lain-lain. ”Ini baru sampel dan silakan mengecek
kebenarannya. Jika bohong, saya siap digantung,” katanya, Jumat kemarin, kepada
pers.
Mantan anggota TNI yang dahulu bernama Suwito itu sengaja
mengundang wartawan di rumahnya, Perumahan Cileungsi Hijau, daerah perbatasan
Bogor-Bekasi, untuk menyaksikan temuannya. Di rumahnya yang cukup megah
disiapkan hidangan layaknya orang hajatan. Maklum, Goroyo, begitu dia biasa
disapa, juga mengundang Pangdam Jaya, Kapolda, dan anggota Muspida. Tetapi dari
mereka, tak ada pejabat datang.
Kepada tamunya, suami RA Lastika ini memperlihatkan peti
besar berisi ratusan keping emas lantakan, masing-masing beratnya 8 ons
bergambar Soekarno dan di baliknya ada gambar padi dan kapas. Pada satu sisinya
ada tulisan 80 24K 9999. Sementara itu emas putih (platinum) juga berbentuk
lantakan berlogo tapal kuda putih bertulisan JM Mathey London. Logam itu
dibungkus emas dan bersertifikat emas pula.
Meskipun
bersertifikat dan diyakini keasliannya, pada kesempatan itu tidak dihadirkan
orang yang mengetahui emas atau pakar yang bisa memastikan asli atau tidak
harta benda tersebut.
Peninggalan lain berupa sertifikat deposito bertanggal 16
Agustus 1945 yang dikeluarkan oleh BPUPKI yang menyebut sejumlah harta yang
disimpan di suatu tempat. Ada pula sertifikat berbahasa Inggris yang juga
disegel dan ditulis di atas lembar kuningan. Sertifikat itu ada yang
bertuliskan ”Hibah Substitusi” yang dipercayakan kepada R Edi Tirwata Dinata
(108).
Yang terakhir ini, konon karena sudah tua, lantas memberikan
kuasa kepada R Anton Hartono untuk mengurus harta benda yang disimpan di Swiss.
Bentuknya mikrofilm, dua lembar dokumen, anak kunci boks deposit di JBS,
Jenewa, dan dua buah koin. Di dalam sertifikat itu disebutkan, ada dana
berjumlah 126,2 miliar dolar AS dan 63,10 miliar dolar AS.
”Insya Allah, jika saya diberi izin, semua harta peninggalan
Bung Karno ini bisa membayar utang kita. Saya yakin bisa melaksanakannya,”
ungkap Goroyo sembari membantah dirinya paranormal. Dia juga membantah
berambisi menjadi presiden atau jabatan politis lain. ”Semua saya lakukan dan
beberkan untuk membangun negara kita,” tegasnya. (Kapan Lagi)
sumber= http://kabarnet.wordpress.com
HARTA RAKYAT INDONESIA SIRNA OLEH REKOMENDASI G20
“Considering this statement, which was written and signed in
Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the
ownership, then the following total volumes were just obtained.”
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus
kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting
dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan
Soekarno pada 1963.
Soekarno dan John F.
Kennedy
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal
dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa
Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang
diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran
perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.
Bahasa lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan
terdekatnya, bahwa ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh
imprealisme dan kolonialisme dulu bisa kembali. Tetapi perjanjian yang diteken
itu, hanya sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri
Paman Sam itu mengambilnya sebagai harta pampasan perang dunia I dan II. Konon
cerita, harta itu dibawa ke Belanda dari Indonesia, kemudian Belanda kalah
perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam
perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua
harta itu ke negaranya hingga kini.
Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di
bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang
ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden
Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel “The President of The United
State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soerkarno dan
Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse.”
Yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak
menggunakan stempel RI. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta
itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, kelak.
Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi
kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak
kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan
kini juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya
karena dijamin harta rakyat Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan, Amerika
berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah
dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta rakyat Indonesia. Tetapi,
bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini dipandang sebagai sebuah
kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton
Agreement 1963.
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian
dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The
Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto
ketika menjadi Presiden RI ke-2. Dengan dalih sebagai dalang PKI, banyak orang
terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan
lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan
bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri.
Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa.
Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini
hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah
tiada.
Kendati perjanjian itu mengabaikan pengembaliannya, namun
Bung Karno mendapatkan pengakuan bahwa status koloteral tersebut bersifat sewa
(leasing). Biaya yang ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar 2,5% setahun bagi siapa atau bagi
negara mana saja yang menggunakannya. Dana pembayaran sewa kolateral ini
dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation yang
pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang
dimuliakan Sri Paus Vatikan. Namun karena Bung Karno “sudah tiada”
(wallahuallam), maka yang ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan olehnya.
Namun sayangnya, ia hanya pernah memberikan kewenangan pada satu orang saja di
dunia dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah Satria Piningit yang kemudian
disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa. Tetapi kebenaran akan hal ini masih
perlu penelitian lebih jauh.
April 2009, dana yang tertampung dalam The Heritage
Foundation sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari
total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil biaya
sewanya saja sudah setera 48.577 ton emas. Artinya kekayaan itu sudah menjadi
dua kali libat lebih, dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara dengan
USD 3,2 Trilyun atau Rp 31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp 300 ribu.
Hasil lacakan terakhir, dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh
lebih besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak dapat tersentuh oleh
otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak. Karenanya banyak orang-orang
kaya dunia menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. Tercatat mereka
seperti Donald Trump, pengusaha sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja
Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan
Kassogi dan Goerge Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan setengah dari
kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.
Pihak Turki malah pernah meloby beberapa orang Indonesia
untuk dapat membantu mencairkan dana mereka di pada account ini, tetapi tidak
berhasil. Para pengusaha kaya dari organisasi Yahudi malah pernah berkeliling
Jawa jelang akhir 2008 lalu, untuk mencari siapa yang diberi mandat oleh Bung
Karno terhadap account khusus itu. Para tetua ini diberi batas waktu oleh
rekan-rekan mereka untuk mencairkan uang tersebut paling lambat Desember 2008.
Namun tidak berhasil.
Usaha pencairan rekening khusus ini bukan kali ini saja,
tahun 1998 menurut investigasi yang dilakukan, pernah dicoba juga tidak berhasil.
Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat. Dan kini puluh orang dan ratusan
orang dalam dan luar negeri mengaku sebagai pihak yang mendapat mandat
tersebut. Ada yang usia muda dan ada yang
tua. Hebatnya lagi, cerita mereka sama. Bahwa mereka mengaku penguasa
aset rakyat Indonesia, dan selalu bercerita kepada lawan bicaranya bahwa dunia
ini kecil dan dapat mereka atur dengan kekayaan yang ia terima. Ada yang
mengaku anak Soekarno. lebih parah lagi,
ada yang mengaku Soekarno sunggguhan tetapi kini telah berubah menjadi
muda. Wow.
Padahal, hasil penelusuran penulis. Bung Karno tidak pernah
memberikan mandat kepada siapapun. Dan setelah tahun 1965, Bung Karno ternyata
tidak pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas nama sipulan pun. Sebab setelah
1963 itu, owner harta rakyat Indonesia menjadi tunggal, ialah Bung Karno itu
sendiri. Namun sayang, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral
ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan banker papan
atas dunia untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang Indonesia.
Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan
surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri
dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank
Guransi, dan lainnya. Nilainya pun pantastis. rata-rata diatas USD 500 juta.
Bahkan ada yang bernilai USD 100 milyar.
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan
perbankkan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen
tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan
memberikan bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan cara memasan Window Time
untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan
ditransaksikan. Biasanya dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau lazim
dibuatkan rooling program atau privcate placement yang bertempo waktu transaksi
hingga 10 bulan dengan high yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun.
Uangnya hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika terjadi
musibah tsunami di Aceh dan gempa besar lainnya di Indonesia, maka jenis
dokumen ini beterbangan sejagat raya bank. Tapi anehnya, setiap orang Indonesia
yang merasa nama tercantum dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga kini.
Mengapa? Karena memang hanya permainan banker kelas kakap untuk mengakali
bagaimana caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Melihat kasus ini, tak heran bila banyak pejabat Indonesia
termasuk media massa Indonesia menyebut “orang gila” apabila ada seseorang yang
mengaku punya harta banyak, milyaran dollar Amerika Serikat. Dan itulah pula
berita yang banya menghiasi media massa. Ketidakpercayaan ini satu sisi
menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus ini, sisi lain
akan membawa bahaya seperti yang sekarang terjadi. Yakni, tidak ada pembelaan
rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada.
Kasih sedih itu terjadi. Presiden SBY ikut serta dalam
pertemuan G20 April silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau
mungkin ada hal lain yang kita belum tau, maka SBY ikut serta menandatangani
rekomendasi G20. Padahal tekenan SBY dalam sebuah memorandum G20 di London itu
telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status harta
dan kekayaan rakyat Indonesia yang
diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa, karena isi
memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia
seperti IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi
keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World
Bank mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka
disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia sepakat
mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang ada dalam The
Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia. Memang, menurut sebuah
sumber terpercaya, ada pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga
telah menyetujui? Tentu saja, tandatangan SBY diperlihat dalam pertemuan itu.
Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan bangsa Indonesia. Barangkali inilah
“dosa SBY” dan dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa
Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat
diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu. Lantas ada
pertanyan; Sebodoh itukah kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar